Kisah Tersembunyi Di Balik Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928
"Kisah Tersembunyi Di Balik Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928" - Teman
anehtapinyata.net Sumpah Pemuda merupakan tonggak utama dalam sejarah
kemerdekaan bangsa Indonesia. Ikrar Sumpah Pemuda yang dibacakan saat
Kongres Pemuda II di Batavia pada tanggal 28 Oktober 1928 merupakan
tonggak awal bersatunya bangsa Indonesia. Tapi dibalik itu semua tidak
banyak yang tahu beberapa kejadian unik yang terjadi pada saat itu.
Untuk menambah wawasan teman semua berikut kami rangkum beberapa kisah unik di balik Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Semoga bermanfaat.
Kejahilan Pemrakarsa Sumpah Pemuda
Teman anehtapinyata.net ternyata para pemuda pencetus Kongres Pemuda II
selain pintar dan disiplin juga mempunyai sifat jahil. Seperti penuturan
Abu Hanifah, seorang pelaku Sumpah Pemuda pada 1977 di majalah Prisma.
Para pencetus Sumpah Pemuda, yang umumnya mahasiswa, banyak tinggal di
rumah kos-kosan di Jalan Kramat 106 yang kini disebut Museum Sumpah
Pemuda. Setiap malam mahasiswa-mahasiswa ini berdiskusi tentang berbagai
hal. Setelah lelah berdiskusi sampai larut malam, mahasiswa-mahasiswa
ini biasanya mengumpulkan uang untuk membeli kopi dan sate atau soto ke
Pasar Senen. Diskusi yang awalnya membicarakan yang berat-berta berubah
menjadi semakin ringan. Tidak jauh-jauh seperti para pemuda sekarang
yang didiskusikan kala itu adalah tentang wanita. Tetapi jika menjelang
ujian, diskusi dan perdebatan tidak berlangsung lama. Semua masuk kamar,
belajar. Biasanya, kira-kira pukul 12 malam, setelah lelah belajar,
mulai kembali terdengar bunyi-bunyian. Amir Sjarifudin melepaskan capek
dengan menggesek biolanya, memainkan gubahan Schubert atau sonata yang
sentimentil. Abu Hanifah mengambil biola, memainkan lagu yang sama.
Suara biola bersahut-sahutan. Kemudian terdengarlah Muhammad Yamin
beteriak, meminta Amir dan Abu diam. Yamin sedang dikejar deadline
mengerjakan terjemahan Rabindranath Tagore untuk Balai Pustaka. Karena
memang ingin menjahili, bukannya diam, Amir malah makin asyik menggesek
biola, sehingga Yamin teriak-teriak. Amir dan Abu tertawa
terpingkal-pingkal melihat temannya.
Teman anehtapinyata.net sehari sebelum diikrarkannya Sumpah Pemuda
untuk pertama kalinya, yaitu Sabtu, 27 Oktober 1928 pada pukul 19.45
Soegondo Djojopoespito membuka Kongres Pemuda II. Yang ikut rapat pada
saat itu bukan hanya pemuda saja, tetapi polisi belanda juga ikut di
dalamnya untuk mengawasi langsung. Pada saat itu polisi Belanda protes
karena peserta rapat menggunakan kata "Merdeka", hal yang dilarang
diucapkan saat itu. Soegondo yang cerdik dan banyak akal kemudian
berkata “Jangan gunakan kata ‘kemerdekaan’, sebab rapat malam ini bukan
rapat politik dan harap tahu sama saja.” Hal itu disambut tepuk tangan
riuh dan tawa hadirin. Selain itu ada cerita unik dari salah satu tokoh
pergerakan masa itu, S.K. Trimurti, dia menulis sebuah cerita unik di
buku Bunga Rampai Soempah Pemoeda (Balai Pusatka, 1978). Tulisnya, ada
trik khusus agar rapat organisasi pemuda yang dianggap radikal oleh
Belanda tidak dibubarkan paksa polisi. Suatu ketika, para pemuda hampir
ditangkap polisi karena menggelar rapat, tapi akhirnya lolos. Saat
polisi Belanda menggrebek rapat, orang-orang yang awalnya rapat kemudian
berubah menari-nari dan berdansa-dansa sambil diiringi musik dan
gamelan yang ditirukan dari mulut. Begitulah beberapa contoh siasat yang
dilakukan untuk mengakali polisi Belanda kala itu
Lagu “Indonesia Raya” Tanpa Syair
Lagu “Indonesia Raya” Tanpa Syair
Teman anehtapinyata.net pasti tahu kalau pada saat Sumpah Pemuda tanggal
28 Oktober 1928 untuk pertama kalinya diperdengarkan lagu "Indonesia Raya"
yang kemudian menjadi lagu kebangsaan kita. Tapi tahukah teman saat
"Indonesia Raya" didendangkan untuk pertama kali tersebut tidak
menggunakan syair. Hal tersebut dikarenakan larangan polisi Belanda
untuk menyebut kata “merdeka” dalam rapat. Pada saat itu, 28 Oktober
1928, WR. Soepratman sang pencipta lagu menenteng biola mendekati
pemimpin rapat Soegondo menyerahkan secarik kertas berisi syair lagu
yang digubahnya. Karena banyak mengandung kata “merdeka” dan “Indonesia”
di situ, Soegondo langsung melirik polisi Belanda yang tekun mengawasi
kongres. Soegondo khawatir rapat bisa dibubarkan paksa bila lagu itu
diperdengarkan lengkap dengan syairnya. Akhirnya untuk menyiasati hal
tersebut, WR. Soepratman disuruh memainkan lagu tersebut tanpa syair,
hanya menggunakan biola saja.
Teman anehtapinyata.net pasti bingung bagaimana cara pemuda bersumpah
pada tanggal 28 Oktober 1928? Rumusan Sumpah Pemuda itu sendiri ditulis
olehj Muhammad Yamin sendirian di sebuah kertas. Ketika Mr. Sunario,
sebagai utusan kepanduan tengah berpidato di sesi terakhur kongres.
Sebagai sekretaris, Yamin yang duduk di sebelah kiri ketua menyodorkan
secarik kertas pada Soegondo sembari berbisik, “Saya punya rumusan
resolusi yang elegan.” Soegondo lalu membaca usulan resolusi itu,
memandang Yamin. Yamin tersenyum. Spontan Soegondo membubuhkan paraf
“setuju.” Soegondo lalu meneruskan kertas ke Amir Sjarifudin. Dengan
muka bertanya-tanya, Amir menatap Soegondo. Soegondo membalas dengan
anggukan. Amir pun memberi paraf “setuju”. Begitu seterusnya sampai
seluruh utusan organisasi pemuda menyatakan setuju. Secarik kertas yang
diparaf seluruh peserta kongres itulah isi Sumpah Pemuda kita kenal
sampai sekarang, yang bunyinya:
"Pertama :
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoea :
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga :
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia."
Sumpah itu awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan
panjang lebar oleh Yamin. Setelah disahkan, ikrar pemuda itu jadi
tonggak bersatunya bangsa Indonesia.
Sumber: http://www.anehtapinyata.net/2015/10/kisah-tersembunyi-sumpah-pemuda-28-oktober-1928.html